Sabtu, 04 Juli 2009

PANCASILA DAN UUD 45; “Roh Negara Kesatuan Republik Indonesia”

Oleh:

Hamzah

Email: http://hamzahmoxer@gmail.com

Universitas Yudharta Pasuruan

“Ngalah Islamic Boarding House”


Indonesia merupakan sebuah negara dengan keanekaragaman etnis, budaya, bahasa dan agama. Keanekaragaman ini oleh bangsa Indonesia dibingkai dalam Bhinneka Tunggal Ika, yakni meskipun berbeda-beda, tapi tetap satu; Indonesia. Kesatuan Indonesia akan tetap utuh jika pancasila dan UUD 45 masih menjadi pegangan dan falsafah bangsa ini, karena konsep Pancasila merupakan hasil ijtihad perjalanan sejarah para pejuang Indonesia serta dihasilkan dari nilai-nilai yang berakar dari adat budaya pribumi Indonesia.

Namun akhir-akhir ini ada sebagian golongan yang mencoba untuk menawarkan sebuah solusi baru terhadap segala persoalan negara yang akhir-akhir ini melanda, baik di bidang sosial, ekonomi, politik dan budaya serta segi-segi lain yang menyangkut kesejahteraan rakyat. Sebagai bagian dari warga negara sikap seperti itu merupakan bentuk kepedulian sosial yang harus dimiliki oleh semua orang lebih-lebih para pelaku pemerintahan sebagai wakil rakyat.

Setiap orang menghendaki kesejahteraan dan kemakmuran sebab memang itulah tujuan dari hidup kita. Namun, apapun keinginan dan harapan positif itu, tetap harus diimbangi dengan pemikiran dan pertimbangan yang benar dan sungguh, apalagi jika keinginan dan harapan itu lingkupnya negara tentu lebih berkali-kali lipat untuk memikirkan dan mengusahakannya, “wong kadang menyelesaikan urusan beberapa orang saja, kewalahan, ribuan maneh… yo tambah negelu…”.

Paska turunnya soeharto ditengarai sebagai era demokrasi dimana setiap pendapat bebas dikeluarkan dan dipublikasikan. Akhir-akhir ini, tepatnya beberapa bulan yang lalu muncul wacana baru mengenai amandemen Pancasila dan UUD 45 yang sudah sudah menjadi pedoman Indoensia, ada sebagaian golongan yang menghendaki perubahan dengan berlandaskan pada alasan bahwa UUD 45 sudah tidak sesuai dengan ini…dengan itu…. Dan lain sebagainya, ada juga yang berargumen bahwa hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang merupakan agama mayoritas rakyat Indonesia. sebagai sesama warga pemikiran demikian patut mendapatkan perhatian karena keikutsertaan dan partisipasinya dalam memikirkan nasib masa depan Indonesia.

Namun sebagai bagian dari bangsa Indonesia pula, penulis juga ingin ikut serta memberi sedikit pendapat tentang perbincangan mengenai tujuan Indonesia dalam konteks yang kini mewacana , yaitu sebagaiman yang telah dipaparkan diatas dengan tetap dalam sikap tasamuh, tawazun dan I’tidal, sebagai pengamalan dari nilai-nilai Pancasila.

Sudah menjadi bukti sejarah bahwa kisah perjuangan mempersatukan bangsa Indonesia tidaklah mudah bahkan hingga merdeka sekalipun karena memang bangsa ini memiliki beragam budaya, agama, etnis, suku dan golongan. Ketika bangsa ini merebut kemerdekaan setiap golongan yang berbeda juga ikut serta memperjuangkan Indonesia dari penjajah yang kurang lebih 350 tahun lamanya. Sehingga secara singkat penulis berpendapat bahwa negara Indonesia adalah hasil kreasi dari orang Indonesia yang saat ini banyak yang diabaikan dan didiskrimnasi karena rezim dan sistem. Persoalan keyakinan pun turut serta membawai hal diatas, karena pada saat itu memang pengaruh ajaran keyakinan masih kuat.

Sehingga awal-awal kemerdekaan dalam rangka menentukan pedoman hidup rakyat Indonesia yang merupakan landasan negara sempat diwarnai wacana tentang perdebatan agama dan Pancasila. Sebagaian golongan berpendapat bahwa yang dibutuhkan dan sesuai dengan rakyat sebagai falsafah bangsa Indonesia adalah syari’at Islam, untuk itu perlu dibuat konstitusi negara mengenai syari’at Islam. Namun golongan lain berbeda, melihat kenyataan bahwa rahmat Tuhan yang berupa Indonesia bukanlah keringat dari orang atau golongan Islam saja melainkan dari rakyat beragam keyakinan, ras, suku dan budaya, sehingga tidak bijak jika hanya syari’at Islam saja yang diakui. Sehingga muncul berbagai pandangan tentang asas-asas nilai keberagaman itu demi menjaga keutuhan dan keberlangsungan perjalanan Indonesia pada akhirnya lahirlah dasa negara yaitu Pancasila dan UUD 45.

Jika ada pendapat mengenai nilai ajaran pancasila yang tidak sesuai dengan Islam, maka penulis mencoba untuk memberi penilaian teradapt pandangan tersebut. Meski tidak terlalu detail dan rinci, memang penulis masih perlu tahu banyak hal, tapi sudah selayaknya dan penting untuk difahami dan dikaji apa yang akan coba penulis uraikan. Singkatnya, penulis kurang setuju dengan anggapan bahwa Pancasila dan UUD 45 tidak sesuai dengan Islam karena justru falsafah itu adalah rakitan dari ajaran nilai-nilai Islam. Adapun sila dan adagium al-Qur’annya adalah sebagai berikut;

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Pada sila pertama ini mengandung ajaran mengenai keyakinan tentang ketahudian, yaitu percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan ayat al-Qur’an, Surat al-Nahl:

“Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari keesaaan Allah, sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong”, (Q.S. al-Nahl: 22).

Dalam surat al-Baqarah ayat 163 Allah juga berfirman:

“Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. (Q.S. al-Baqarah: 163).

Pada surat al-Ankabut ayat 46 Allah juga berfirman:

“Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka[1154], dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri". (Q.S. al-Ankabut: 46)

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

Pada sila kedua mengandung nilai kemanusiaan yang menjunjung tinggi sikap adil dan beradab. Hal ini sesuai dengan perintah al-Qur’an dalam surat an-Nahl ayat 90;

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”, (Q.S. al-Nahl: 90).

3. Persatuan Indonesia

Pada sila ketiga ini terdapat gambaran mengenai kehidupan yang rukun, damai, saling berdampingan dan gotong royong dalam bingkai keanekaragaman sebagaiman keinginan semua bangsa kita. Hal ini selaras dengan al-Qur’an surat al-Imron ayat 103:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”, (Q.S. al-Imron: 103).

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kerbijaksanaan dalam permusyawatan perwakilan

Petunjuk tentang pelaksanaan kepemimpinan pemerintahan dengan bijaksana dan kemufakatan yang berdasarkan musyawarah tertuang pada sila keempat ini. Adapun kesamaannya dengan Islam adalah Q.S. Shaad: 20:

“Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah[1301]dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan”.

Dalam Q.S. al-Imron: 159:

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Terkandung cita-cita luhur bangsa Indonesia yaitu terwujudnya kehidupan yang adil, makmur dan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia. hal ini sejalan dengan ayat al-Qur’an surat al-Maidah ayat 8:

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Sungguh betapa piawai dan bijaksana para peletak dasar negara ini dalam menjaga keutuhan rakyat Indonesia, yang tentunya sudah melalui beberapa rangkaian dan pertimbangan matang dalam mencetuskannya, tidak hanya menggunakan rasiodan intuisi bahkan ayat al-Qur’an menjadi roh spirit dari nilai-nilai Pancasila dan UUD 45. perjuangan merebut dan menata bangsa sudah dilakukan oleh nenek moyang kita, tentunya merupakan kewajiban mutlak bagi kita untuk menjaga dan melestarikan peninggalan itu sebagai warisan anak cucu kita kelak di masa depan.

Jumat, 03 Juli 2009

Komunikasi jareku


Jika dilihat dari beberapa teori yang berhubungan dengan komunikasi bahwa ketika seseorang melakukan komunikasi itu berarti melakukan proses transaksi yang dalam hal ini tujuan komunikasi merupakan suatu hasil dari proses komunikasi tersebut.

Untuk mencapai kebehasilan pesan yang disampaikan tentunya apa yang diinginkan oleh kedua komunikator tersebut tepat sasaran sesuai apa yang dikehendaki. Itulah sebabnya kenapa dalam berkomunikasi diperlukan keahlian dan kejelihan yang juga kadang dipelukan sebuah setting suasana yang pas dengan konteks pembicaraan.

Komunikasi manusia adalah proses komunikasi yang bersifat dinamis baik temporalnya maupun ekstensinya, karena memang manusia adalah makhluk dinamis yang selalu berubah dari masa ke masa. Cara hidup orang zaman dahulu berbeda dengan zaman sekarang, misalnya dulu sebelum orang mengenal saluran komunikasi elektronik (telpon, internet dan lain-lain) proses komunikasi dilakukan dengan langsung berhadapan (direct) dengan lawan bicara, sehingga satu-satunya untuk melakukan komunikasi harus dengan tatap muka. Berbeda dengan era saat ini, dengan kemajuan tehnologi membawa perubahan pada manusia khususnya di bidang komunikasi. Untuk mengatakan “saya butuh kamu, untuk bersenggama” yang berada di luar kota tidak usah harus jauh-jauh pergi kesana, cukup hanya dengan menekan beberapa angka yang ada di ponsel atau dengan mengirim sms. Ini adalah era millenium dimana semua kebutuhan manusia dapat dipenuhi dengan mudah.

Namun apapun itu, yang jelas konsekuensi logi dari setiap tingkah laku manusia mengadung dua hal dalam perspektif nilai, yaitu kebaikan dan keburukan. Perubahan zaman oleh manusia mempunyai dampak positif juga membawa dampak negatif. Sehingga untuk mengimbangi keadaan demikian, dibutuhkan suatu pegangan nilai dan etika yang mengikat demi terciptanya sebuah kehidupan yang damai dan sejahtera.

Dalam Islam terdapat rumus atau landasan berjalan di dunia sebagai hamba tuhan yang mengabdi pada sang kholiq. Yang namanya hamba tentunya dapat dikatergorikan seorang budak yang harus taat dan patuh dengan sang juragan yang memiliki kekuasaan penuh atasnya. Dalam al quran dijelaskan bahwa manusia hidup dan diciptakan di dunia hanya untuk beribadah. Ibadah dengan arti luas yaitu, mengamalkan perbuatan baik dan mencegah perbuatan munkar.